Tuesday, December 19, 2017

Mitos dan Fakta Seputar ADHD

Menurut mayoritas profesional medis, Psikiatris, asosiasi atau organisasi psikologikal dan edukasional internasional,  termasuk pula Centers for Disease Control dan National Institutes Of Health di Amerika Serikat semua sepakat bahwa ADHD itu memang termasuk kategori sesuatu "kecacatan" (disorder/disability). 


8 Mitos Seputar ADHD. 
Berikut ada 8 mitos seputar ADHD,  antara lain :
1. ADHD itu bukan "kelainan/cacat"
Akar dari timbulnya mitos dan miskonsepsi seperti ini adalah fakta bahwa tidak ada tes spesifik yang dapat secara definitif mengidentifikasi ADHD.  Dokter pun tidak dapat serta-merta memberi komfirmasi dari hasil tes laboratorium,  tidak seperti penyakit medikal misal:diabetes. 
Meskipun belum ada tes medikal khusus untuk mengdiagnosis ADHD,  beberapa kriteria spesifik dan jelas harus terpenuhi sebagai syarat dilakukannya sebuah diagnosis. 
Kemudian,  dengan menggunakan kriteria-kriteria tersebut digabung dengan penelaahan riwayat (in-depth history)  dan informasi detail dari perilaku perilaku yang di tampilkan diagnosis yang benar-benar reliabel pun dapat dibuat. 
Miskonsepsi ini pun dapat timbul karena Sintom ADHD itu mirip sekali dengan gangguan emosi biasa.  Kita pun pasti pernah mengalami problem-problem dengan atensi dan fokus pada saat-saat tertentu. 
Tetapi,  untuk individu dengan ADHD,  Sintom-sintom tersebut demikian parahnya,  sehingga mengganggu fungsi-fungsi harian mereka.  ADHD itu merepresentasikan sebuah perilaku ekstrim yang kontinuum.  Bahkan ada beberapa diantara perilaku yang ditampilkannya itu,  tidak kita pahami sama sekali. 
Simtom dari ADHD dapat saja mirip dengan kondisi gangguan kejiwaan lainnya.  Itulah sebabnya diperlukan diagnosis yang tepat untuk menemukan kalau-kalau ada pre-existing atau penyebab lainnya dari Simtom yang ditampilkan  oleh individu suspect ADHD tersebut. 

2. ADHD terjadi akibat perenting yang buruk. 
Gara-gara mitos ini,  banyak orang tua dengan anak ADHD yang sampai menyalah-nyalahkan diri mereka sendiri.  Padahal,  mitos ini sama sekali tidak benar.  ADHD itu bukan disebabkan oleh perenting yang buruk. 
Konsepsi yang benar :
·         Parenting yang positif dengan ekspetasi dan konsekuensi yang jelas dan konsisten,  ditambah suasana lingkungan rumah dengan rutinitas yang predictable dapat membantu memanage simtom-simtom ADHD, dan sebaliknya. 
·         Seting rumah yang penuh kekacauan (chaotic) atau gaya parenting yang penuh dengan hukuman (punitive) dan penuh dengan kritikan dapat memperburuk simtom-simtom ADHD.
3. ADHD hanya dialami oleh anak-anak. 
Meskipun benar simtom dari ADHD harus tampil pada usia sekitar 7 tahun,  untuk memenuhi syarat kriteria diagnosis ADHD tetapi masih banyak individu yang tetap tidak terdiagnosis sampai dia menginjak dewasa. 
Ada beberapa orang tua dengan anak ADHD,  baru ikut diagnosis setelah anaknya sendiri didiagnosis.  Akhirnya,  dapat diketahui ternyata dia sendiri pun ternyata mengidap ADHD juga sama seperti anaknya!  Like Father like son. 
Orang tua yang seperti ini,  mungkin akan mengingat-ingat kembali pengalaman dan kelakuannya dulu semasa kecil dan ternyata tidak jauh-jauh dari kelakuan yang ditampilkan oleh anaknya saat ini.  Hehe. 
Memang,  perilaku hiperaktif yang ditampilkan  akan semakin berkurang,  seiring dengan bertambahnya usia, tetapi simtom dari sikap "tak bisa diam" (restlessness), mudah terpecah perhatian (distractibility),  dan inatensi terus menetap sampai dia sendiri menjadi "orang tua". 
Sebagian orang dewasa dengan ADHD yang tidak tertangani dengan baik.  Sering kali mengalami kesulitan kronis saat dia bekerja dan dalam hubungan sosial mereka sehari-hari.  Dapat juga sampai timbul isu-isu sekunder,  seperti : kecemasan,  depresi,  dan penyalahgunaan substansi.

4."syarat" mutlak ADHD itu harus menampilkan perilaku hiperaktif.
Mitos ini pun banyak mengiringi kebingungan terhadap ADHD.  Memang benar,  jika dilihat dari istilahnya attention deficit hiperactivity disorder dapat memicu kebingungan bagi orang yang tidak paham. 
ADHD terbagi kedalam tiga tipe berbeda :
  • ‌predominan hiperaktif Impulsif
  • predominan Inatentif, dan
  • kombinasi dari keduanya.

Nah untuk tipe yang predominan Inatentif  sama sekali tidak menampilkan simtom hiperaktivitas oleh karena itu,  lebih sering disebut dengan istilah ADD (attention deficit disorder). Sementara perilaku umum yang sering ditampilkan oleh individu dengan ADD antara lain : suka melamun dan mudah pecah perhatian,  disorganisasi,  pelupa,  dan ceroboh.
Penting pula untuk dipahami,  bahwa orang dewasa dengan ADHD biasanya tidak lagi menampilkan perilaku hiperaktif  seperti pada anak-anak atau remaja.  Tetapi, perilaku hiperaktif tersebut sudah bersalin rupa menjadi sikap dan perilaku "Tidak bisa diam"  (restlessness) dalam kehidupannya sehari-hari. 
5. Pemberian medikasi stimulan memicu pada penyalahgunaan obat dan adiksi. 
Hasil penelitian menunjukan hal yang sebaliknya, jika dibiarkan tidak ditangani individu dengan ADHD berada pada risiko lebih tinggi untuk penyalahgunaan substansi.
Penyalahgunaan yang terjadi sering kali dipicu karena problem-problem sekunder yang timbul dari ADHD yang tidak ditangani seperti anxietas atau depresi.  Dengan demikian individu tersebut pun coba menggunakan substansi secara ilegal untuk meredakan problem-problem tersebut. 
Boleh jadi dia akan mencoba beragam obat yang dapat saja tidak ada efeknya malah merusak dirinya sendiri.  Oleh karena itu,  individu dengan ADHD yang mendapatkan treatment yang seksama (termasuk pemberian obat-obat stimulan)  lebih kecil resiko nya untuk terjerumus ke dalam penyalahgunaan substansi. 

6. Jika masih dapat berfokus,  maka itu bukan ADHD. 
Memang betul,  terkadang kita pun menjadi penasaran pada anak yang katanya ADHD,  tetapi dia dapat dengan tekun berfokus pada suatu hal.  Lebih tepat bila menjelaskan bahwa ADHD adalah kondisi dimana seseorang sulit untuk mengatur atensinya sendiri. 
Sejatinya, meskipun mereka tampak sulit sekali untuk berfokus, mengorganisasi,  dan menyelesaikan tugas-tugas mereka masih tetap berfokus pada sesuatu yang dianggapnya penting dan menarik.  Tedensi untuk berfokus berlama-lama pada sesuatu tugas yang dianggapnya menarik (terkadang sampai lupa keadaan sekeliling dan lupa waktu)  seperti itu biasanya disebut Hiperfokus.

7. Medikasi dapat menyembuhkan ADHD.
Medikasi itu tidak dapat menyembuhkan ADHD,  tetapi mereka hanya membantu mengontrol simtom-simtom dari ADHD.  Karena ADHD adalah kondisi kronis yang tidak dapat "disembuhkan" meskipun simtom nya dapat saja berubah bentuk atau semakin berkurang seiring berlalunya waktu. 
Banyak individu yang terus menerus berupaya mengembangkan beragam koping dan strategi organisasi untuk dapat memanage dan mengontrol simtom yang dirasakan, dalam aktivitasnya sehari-hari. 
Sebagian lagi, masih terus menggunakan treatment medikal melalui pengobatan,  untuk membantunya dapat mengontrol simtom yang dia rasakan. \

8. Semua kasus ADHD dapat didiagnosis.
Sulit untuk menentukan apakah semua kasus ADHD itu dapat didiagnosis atau tidak.  Banyak pihak yang percaya bahwa tipe Inatentif dari ADHD sering kali tidak terdiagnosis karena simtom nya yang tidak terlalu "menggangu" dan dapat dengan mudah "dijinakan".
Boleh jadi masih banyak individu dengan ADHD yang luput dari semuanya tidak terdiagnosis sekaligus tidak ditangani dengan baik.  Dengan demikian,  mereka kemudian mengembangkan problem-problem sekunder serius yang semua terkait erat dengan ADHD.
Akibatnya,  mereka sering kali berjuang dan menderita diam-diam disepanjang kehidupannya.  Tidak mengetahui sama sekali,  bahwa fungsi-fungsi harian mereka dapat saja ditingkatkan bila mendapatkan treatment yang seksama.
Sebagian orang tergesa-gesa untuk "memvonis" bahwa: Setiap anak atau orang dewasa yang menampilkan perilaku: hiperaktif,  Impulsif atau Inatentif,  dan perilaku disorganisasi lainnya, maka dia termasuk ADHD padahal kesimpulan seperti ini belum tentu benar. 
Karena banyak hal-hal lain yang dapat menjadikan seseorang sampai menampilkan simtom-simtom seperti itu, termasuk diantaranya: trauma,  depresi,  kecemasan,  gangguan belajar,  problem pendengaran atau penglihatan dan lain-lain. 
Oleh karena itu,  penting sekali untuk melibatkan profesional kesehatan untuk dapat mengevaluasi kondisi-kondisi yang menimbulkan perilaku probelematik sehingga,  hasil diagnosis yang dibuat menjadi akurat dan dapat segera dilakukan treatment seperti apa yang diperlukannya.


No comments:

Post a Comment